13 tanya jawab terkait perkara sholat

by - Juni 12, 2025


1. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa melewati atau melintasi orang sholat adalah tidak boleh. Lalu bagaimana jika dalam keadaan terdesak?

Jawaban: 

Benar, tidak boleh melintasi orang sholat, batasannya adalah sutroh, yaitu pembatas dalam sholat seukuran tempat sujud. Namun, jika tidak ada jalan, sedangkan dalam keadaan mendesak, maka diperbolehkan. Jika, tanpa adanya udzur dan sudah diperingatkan, tapi tetap saja mau lewat, maka boleh ditinju.

Referensi:

(Bughyah Al-mustarsyidin, Hal. 91.)

[ فائدة ] يَحْرُمُ الْمُرُوْرُ بَيْنَ الْمُصَلِّيْ وَسُتْرَتِهِ وَإِنْ لَمْ يَجِدْ طَرِيْقاً وَلَوْ لِضَرُوْرَةٍ كَمَا فِي اْلإِمْدَادِ وَاْلإِيْعَابِ لَكِنْ قَالَ اْلأَذْرَعِيُّ وَلاَ شَكَّ فِي حِلِّ الْمُرُوْرِ إِذَا لَمْ يَجِدْ طَرِيْقاً سِوَاهُ عِنْدَ ضَرُوْرَةِ خَوْفِ بَوْلٍ كَكُلِّ مَصْلَحَةٍ تَرَجَّحَتْ عَلَى مَفْسَدَةِ الْمُرُوْرِ وَقَالَ اْلأَئِمَّةُ الثَّلاَثَةُ يَجُوْزُ إِذَا لَمْ يَجِدْ طَرِيْقاً مُطْلَقاً وَاعْتَمَدَهُ اْلإِسْنَوِيُّ وَالْعُبَابُ وَغَيْرُهُمَا اهـ

"(Faidah) haram melintas di antara orang sholat dan sutrohnya (pembatas, seperti sajadah) meski tidak ditemukan jalan lain dan meski karena dlorurot. Sebagaimana keterangan dalam kitab 'al-Imdadc dan 'al-I'aab'. Tetapi imam Al-adzro'i berkata: tidak diragukan lagi halalnya (bolehnya) melintas ketika tidak ada jalan lain selain itu, ketika terjadi dlorutot karena takut kencing seperti setiap kemashlahatan yang dipertimbangkan atas kerusakan (mafsadah) melintasi orang sholat. Ketiga Imam Mujtahid. berkata bahwa boleh melintasi orang sholat ketika tidak ditemukan jalan, secara mutlak. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-asnawi, Al-'ubab dan yang lainnya."

Majmu' syarah muhadzzab, Juz 3, halaman249:

(المَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ) إذا صلى الي سترة حرم علي غبره الْمُرُورُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السُّتْرَةِ وَلَا يَحْرُمُ وَرَاءَ السُّتْرَةِ وَقَالَ الْغَزَالِيُّ يُكْرَهُ وَلَا يَحْرُمُ وَالصَّحِيحُ بل الصواب انه حرام وبه قطع التغوى والمحققون واحتجوا بحديث أبى الجهيم الانصاري الصاحبي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ " لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يقف أربعين خيرا له من أن بمر بَيْنَ يَدَيْهِ " رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ 

(Mas'alah kedua) ketika ada seseorang yang tengah melaksanakan shalat (musholli) dengan sutrah (penghalang) maka haram bagi orang lain lewat di antara musholli tersebut dan sutrohnya, dan tidak haram lewat di depan sutrah. Imam Al-Ghazali berkata, 'hukum lewat di depan orang shalat adalah makruh, tidak sampai haram.'. Namun pendapat yang shohih bahkan pendapat yang benar bahwa sesungguhnya lewat di depan orang shalat adalah haram. Pendapat ini diputuskan (ditetapkan) Imam Baghawi dan para ulama muhaqqiq, mereka berhujjah dengan hadits Abil Jahim Al-anshori Ash-shohibiy rodliyallohu anhu, bahwa Rosululloh SAW. bersabda, 'apabila orang yang melewati depan musholli tahu akibatnya, maka pasti menghentikan empat puluh orang lebih baik baginya daripada harus lewat di depan orang sholat.' (diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.)"

2. Apakah menangis dapat membatalkan sholat?

Jawaban:
Madzhab syafii terdapat khilaf dan tafshil

1. Membatalkan secara mutlak

• Dapat membatalkan sholat jika dalam menangis mengeluarkan dua huruf, baik karena menangisi hal dunia atau akhirat.

• Tidak membatalkan sholat jika tidak mengeluarkan suara dua huruf, baik karena menangisi hal dunia atau akhirat.

2. Tidak membatalkan secara mutlak.

Sedangkan madzhab Hanafi berpendapat jika menangisnya karena mengkhawatirkan akhirat, maka tidak membatalkan sholat dan jika menangisnya karena hal dunia, maka membatalkan sholat.
 
Jadi kalau misalkan kamu lagi sholat kok ingat mantan yang menghilang tanpa kabar, lalu saking syedihnya, kamu nangis, maka sholatmu batal.😅 Menurut madzhab Hanafiyah.

Referensi:
(Syarah Kasyifatussaja, halaman 308.)

(و) رابعها ب(النطق بحرفين) متواليين وإن لم يفهما كعن 

Perkara yang membatalkan sholat yang keempat adalah dengan berucap dua huruf yang berturut-turut, meski pun tidak memahamkan seperti lafadz "an (dari)."

أو كان في تنحنح ونحوه كضحك وبكاء ولو من خوف الآخرة وأنين ولو من شدة مرض ونفخ بأنف أو فم وسعال وعطاس فالبطلان فيها منجهة الكلام

"Atau dua huruf tersebut keluar dari mulut saat berdehem atau sejenisnya seperti tertawa dan menangis meskipun menangisnya sebab takut akhirat, atau karena merintih kesakitan atau sebab meniup dengan hidung atau mulut atau sebab batuk dan bersin.Jadi, rusaknya sholat dalam ketetapan ghoyah ini disebabkan oleh faktor berbicaranya."
(كاشفة السجا، صحفة ٤٠٨)

(Nihayatul Muhtaj: Maktabah syamilah.)

(وَالْأَصَحُّ أَنَّ التَّنَحْنُحَ وَالضَّحِكَ وَالْبُكَاءَ) ، وَإِنْ كَانَ مِنْ خَوْفِ الْآخِرَةِ (وَالْأَنِينَ) وَالتَّأَوُّهَ (وَالنَّفْخَ) مِنْ أَنْفٍ أَوْ فَمٍ (إنْ ظَهَرَ بِهِ) أَيْ بِوَاحِدٍ مِنْ ذَلِكَ (حَرْفَانِ بَطَلَتْ) صَلَاتُهُ لِوُجُودِ مُنَافِيهَا (وَإِلَّا فَلَا) تَبْطُلُ لِمَا مَرَّ. وَالثَّانِي لَا تَبْطُلُ بِذَلِكَ مُطْلَقًا؛ لِكَوْنِهِ لَا يُسَمَّى فِي اللُّغَةِ كَلَامًا، وَلَا يَتَبَيَّنُ مِنْهُ حَرْفٌ مُحَقَّقٌ فَكَانَ شَبِيهًا بِالصَّوْتِ الْغُفْلِ.

(Pendapat paling shohih bahwa berdehem, tertawa dan menangis) meski menangisnya karena takut akhirat (dan merintih), yakni mengeluh, (meniup) baik dengan hidung atau mulut (apabila nampak) dari salah satu perkara-perkara tadi (dua huruf, maka batal sholatnya) sebab wujudnya menafikan sholat (jika tidak nampak dua huruf, maka tak batal). Adapun pendapat kedua tidak batal secara mutlak sebab yang demikian itu tidak bisa disebut dengan bahasa ucapan, juga tidak bisa tampak jelas dua huruf yang nyata dan itu adalah menyerupai suara sebab kelupaan.

[الرملي، شمس الدين، نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج، ٣٧/٢]

Wallahu a'lam bisshowab

3. Apakah wajib mengulangi sholat, jika salah arah qiblat?

Jawaban:
wajib.

Referensi:

(Hasyiyah Al-jamal: Maktabah syamilah)

(ومَنْ صَلَّى بِاجْتِهَادٍ) مِنْهُ أَوْ مِنْ مُقَلِّدِهِ (فَتَيَقَّنَ خَطَأً مُعَيَّنً ) فِي جِهَةٍ أَوْ تَيَامُنٍ أَوْ تَيَاسُرٍ (أعَادَ) وُجُوبًا صَلَاتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَظْهَرْ لَهُ الصَّوَابُ لِأَنَّهُ تَيَقَّنَ الْخَطَأَ فِيمَا يَأْمَنَ مِثْلَهُ فِي الْإِعَادَةِ

"(Dan orang yang sholat dengan ijtihadnya) baik dari ijtihadnya sendiri atau mengikuti orang lain (lalu yaqin bahwa dia salah qiblat) dalam arah, kanan dan kirinya (maka dia harus mengulangi) sholatnya secara wajib. Meski belum jelas akan kebenarannya, sebab dia meyakini sebuah kesalahan yang sama dengan kesalahan untuk melakukan i'adah."

Wallohu A'lamu Bishhowaab.

4. Apakah boleh seseorang berjalan saat sholat, guna menempati shof yang kosong di depannya atau menghindari najis?

Jawaban:
Boleh, dengan syarat berjalannya tidak terus-menerus tiga kali berturut-turut, dalam artian ada jeda dan bukan dengan tujuan bermain-main.

Referensi:

(Fiqhul 'ibadah syafi'i: Maktabah Syamilah)

أما إن لم يكن العمل من جنس الصلاة، كالمشي والضرب وإصلاح الرداء والإشارة:
آ- فإن كان قليلاً لم تبطل صلاته عمداً فعله أو سهواً إلا إذا قصد به اللعب

"Adapun jika perbuatan yang tidak ada hubungannya dengan jenis sholat, seperti berjalan dan memukul. Apabila hanya sedikit, maka tidak membatalkan sholat, baik sengaja melakukannya atau pun karena lupa. Kecuali, sengaja bermain-main."

5. Apabila sedang sholat tiba-tiba orang tua memanggil. Apakah boleh membatalkan sholat?

Jawaban:
Tidak boleh bila sholat yang dilakukan adalah sholat fardlu, tapi jika sholat sunnah, maka lebih baik jika memanggil dalam keadaan darurat.

Referensi:

(Hasyiyah Asy-syarqowy, juz 1, Hal. 218)

وتحرم إجابة الوالدين في الفرض وتجوز في النفل وهي أفضل فيه إشق عليها عدمها وتبطل الصلاة بها مطلقا

"Dan haram menjawab panggilan kedua orang tua saat di tengah sholat fardlu, dan boleh menjawab panggilan orang tua dalam sholat sunnah. Dan itu lebih utama jika berat, apabila tidak menjawab panggilan orang tua. Dan secara mutlak sholatnya batal."

6. Sholat apa saja yang haram dilakukan pada 5 waktu haram melakukan sholat?

Jawaban: 

Ada 5 (lima) waktu yang makruh melakukan sholat di dalamnya, dengan makruh tahrim. Sholat yang semestinya mendapat pahala. Namun di sini justru malah mendapat dosa. 

الأوقات التي تكره الصلاة فيها تحريما - كما في الروضة وشرح المهذب هنا - وتنزيها - كما في التحقيق وشرح المهذب في نواقض الوضوء

"Waktu-waktu yang dimakruhkan untuk sholat bersifat makruh tahrim sebagaimana dalam kitab Arraudloh dan Syarah Muhaddzzab. Juga makruh tanzih sebagaimana dalam kitab attahqiq dan syarah muhaddzab dalam bab nawaqidlul wudlu'." [ فتح القريب المجيب صفحة ٩١]

Perbedaan keduanya adalah:

والفرق بين كراهة التحريم وكراهة التنزيه أن الأولى تقتضي الإثم والثانية لا تقتضيه

"Perbedaan antara makruh tahrim dan makruh tanzih adalah: yang pertama, yakni makruh tahrim, yaitu terkena dosa jika melakukannya, sedangkan yang kedua (makruh tanzih ) tidak dihukumi dosa sebab melakukannya." (حاشية الباجوري صح. ٣٦٤)

sangat perlu diketahui bahwa sholat yang diharamkan tersebut tidaklah semua keseluruhan sholat. Namun, hanya sholat yang sababnya muta'akhkhir. 

وذلك بأن لم يكن لها سبب أصلاً وهي النفل المطلق أو لها سبب متأخر كصلاة الإحرام والاستخارة أي طلب خير أمري الدنيا والآخرة وكالصلاة عند إرادة السفر وعند الخروج من المنزل وعند القتل وصلاة التوبة

"Sholat-sholat yang diharamkan dilakukan di lima waktu ini adalah sholat-sholat yang tidak memiliki sebab, sekiranya sholat-sholat tersebut memang tidak memiliki sebab sama sekali, seperti sholat sunah mutlak, atau memiliki sebab yang belakangan (bukan mendahului dan menyertai sholat), seperti sholat Ihram, sholat istikhoroh, yaitu sholat mencari kebaikan perkara dunia dan akhirat, sholat ketika hendak bepergian, sholat ketika keluar dari rumah dan ketika berperang, dan sholat taubat (كاشفة الجا )

Secara garis besar, sabab sholat itu ada 3 (tiga) macam:
1. Sabab mutaqoddim.
2. Sabab muqorin
3. Sabab muta'akhkhir.
Sebab Muqodim.

Yaitu penyebab seseorang melakukan sholat, sudah dulu terjadi atau sudah lewat. Di antaranya:

كالفائتة مثال لما له سبب متقدم، فإن سببها الوقت الماضي سواء كانت فرضا أو نفلا لأنه صلعم صلى ركعتين بعد العصر وقال: هما اللتان بعد الظهر ومثل الفائتة صلاة الجنازة المنذورة المعادة وسنة الوضوء والتحية ما لم يدخل المسجد في وقت الكراهة بنيتها فقط. ويلحق بذلك سجدة التلاوة إلا إن قرأ أية سجدة ليسجد لها في وقت الكراهة ولو قرأها قبله.

"Seperti sholat fa'itah (sholat qodlo') beberapa contoh untuk sabab mutaqoddim. Karena sebabnya adalah waktu yang sudah lewat, baik qodlo fardlu mau pun qodlo sunnah. Dikarenakan Nabi Saw. Pernah sholat dua roka'at setelah sholat ashar dan beliau berkata bahwa dua rokaat tersebut adalah dua rokaat sunnah ba'diyah dzuhur, dan yang serupa sholat qodlo' (serupa dalam sabab mutaqoddim ) adalah sholat jenazah, sholat nadzar, mu'adah, sunnah wudlu', tahiyyatul masjid (selagi masuk masjidnya tidak diniatkan hanya karena ingin sholat sunnah). Demikian pula sujud tilawah, kecuali jika membaca surat sajadah hanya karena supaya bisa sujud tilawah pada waktu makruhah, meski pun membacanya sejak sebelum waktu makruh telah masuk." 

(الباجوري صحة ٣٦٦)
Sabab Muqorin.

Penyebab seseorang melakukan sholatnya terjadi secara bersamaan atau sedang terjadi seperti: 

 (كصلاة الكسوف والإستسقاء) مثلا لما له سبب مقارن فإن سبب الأولى تغير الشمس والقمر وسبب الثانية الحاجة إلى السقي.

"(Seperti sholat kusuf dan istisqo' ) contoh untuk sabab muqorin sholat. Adapun sabab yang pertama (sholat kusuf ) adalah karena berubahnya Matahari atau Bulan. Sedangkan sabab yang kedua adalah hajat untuk minum."
حاشية الباجوري صحفة( ٣٦٦)

Sebab Muta'akhkhir. Yaitu sholat yang sebabnya belumnya terjadi, seperti keterangan di atas.

7. Apabila setelah salam keluar angin (kentut), apakah sholatnya batal?

Jawaban: 

Tidak, namun haram melakukan salam kedua.

Referensi:

(Fathul Mu'in: Maktabah Syamilah)

وسن تسليمة ثانية وإن تركها إمامه وتحرم إن عرض بعد الأولى مناف كحدث وخروج وقت جمعة ووجود 

"Dan disunnahkan melakukan salam kedua, meski imamnya meninggalkannya (tidak salam kedua) dan haram melakukan salam kedua jika setelah salam pertama terjadi hal yang menafikan keabsahan sholat, seperti hadats, keluarnya waktu sholat jumat."

(I'anah Attholibin: Maktabah Syamilah)

ولا تبطل صلاته لفراغها بالأولى، وإنما حرمت الثانية حينئذ لأنه انتقل إلى حالة لا تقبل فيها الصلاة فلا تقبل فيها توابعها.

"Dan sholatnya tidak batal karena telah selesainya sholat dengan salam pertama, akan tetapi diharamkan salam kedua seketika itu juga. Karena dia telah berpindah pada satu keadaan yang sholat tidak akan diterima. Maka, mengikutinya tidaklah diterima."

8. Apakah rasa pedas dapat membatalkan sholat?

Jawaban: 

Rasa pedas yang terasa ketika shalat disebabkan memakan makanan yang pedas seperti mie Ayam Geprek maka bila hanya tinggal rasanya saja dan tidak ada bendanya seperti tidak ada cabenya yang melekat pada lidah, gigi dan sebagainya tidak masalah, namun bila ada bendanya maka membatalkan shalat. Batal shalatnya itu jikalau ditelan kalau tidak ditelan walaupun bersamaan ludah maka tidak masalah. Sebaiknya ketika memakan sesuatu yang menimbulkan rasa  gosok Gigi dulu, dan kalau sudah yakin bendanya Sudah tidak ada dan meskipun masih ada rasa semacam pedas, masam dan sebagainya maka tidak masalah.

Referensi:

[Hasyiyah Al Jamal Ala Syarh al Manhaj I/435]

أَمَّا مُجَرَّدُ الطَّعْمِ الْبَاقِي مِنْ أَثَرِ الطَّعَامِ فَلا أَثَرَ لَهُ لانْتِفَاءِ وُصُولِ الْعَيْنِ إلَى جَوْفِهِ وَلَيْسَ مِثْلُ ذَلِكَ الأَثَرُ الْبَاقِي بَعْدَ الْقَهْوَةِ مِمَّا يُغَيِّرُ لَوْنَهُ أَوْ طَعْمَهُ فَيَضُرُّ ابْتِلَاعُهُ لأَنَّ تَغَيُّرَ لَوْنِهِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ بِهِ عَيْنًا وَيُحْتَمَلُ أَنْ يُقَالَ بِعَدَمِ الضَّرَرِ لأَنَّ مُجَرَّدَ اللَّوْنِ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ اكْتَسَبَهُ الرِّيقُ مِنْ مُجَاوَرَتِهِ لِلأَسْوَدِ مَثَلا وَهَذَا هُوَ الأَقْرَبُ أُخِذَ مِمَّا قَالُوهُ فِي طَهَارَةِ الْمَاءِ إذَا تَغَيَّرَ بِمُجَاوِرٍ اهـ

“Rasa yang tersisa dari bekas makanan tidak membatalkan shalat, sebab tidak adanya zat kebendaan (‘ain)  pada organ dalam seseorang yang sedang shalat. Dan tidak sama dengan hal tersebut yaitu bekas yang tersisa setelah meminum kopi berupa sesuatu yang dapat mengubah warna air liur atau mengubah rasa dari air liur, maka menelan air liur ini dapat membahayakan shalat (membatalkan shalat) , sebab perubahan warna air liur menunjukkan bahwa di dalamnya terdapat zat kebendaan. 
Dan masalah ini juga bisa saja dikatakan tidak membahayakan shalat, sebab berubahnya warna bisa saja disebabkan karena upaya air liur yang bersanding dengan warna hitam yang ada di dalam kopi misalnya. Pendapat demikian justru yang mendekati kebenaran, berdasarkan keterangan yang disebutkan oleh para ulama’ tentang sucinya air ketika berubah disebabkan hal yang menyandinginya.”

9. Apakah bertasbih dengan niat hanya ingin mengingatkan imam atau imam melakukan takbir dengan niat mengomandoi jamaah, bisa membatalkan sholat?

Jawaban: 

Membaca tasbih dengan hanya niat mengingatkan imam, maka batal sholatnya, jika niatnya dzikir atau dzikir sekaligus mengingatkan, maka sah. Begitu juga dengan takbir intiqol, jika imam sengaja mengeraskan bacaan dengan tujuan hanya ingin mengomandoi jamaahnya, maka batal, tapi jika dibarengi niat dzikir, maka sah. Dan niat dzikir tersebut dicukupkan hanya di awal sholat saja.

Referensi:

(I'anah Attholibin:Maktabah Syamilah.)

وتأتي أيضا هذه الأربعة في الجهر بتكبير الانتقال.
فإن قصد الذكر وحده أو مع الإعلام صحت الصلاة، وإن قصد الإعلام فقط أو أطلق بطلت.

"Empat gambaran ini (niat mengingatkan, dzikir atau qiro'ah, tujuan keduanya sekaligus, dan memultakkan) juga berlaku dalam jahr (mengeraskan) bacaan takbir intiqol. Apabila menyengaja dzikir saja atau dzikir sekaligus mengingatkan, maka sah sholatnya, dan jika menyengaja i'lam (mengingatkan) saja atau memutlakkan, maka batal sholatnya."

قال القليوبي في حواشي المحلي: اكتفى الخطيب بقصد ذلك في جميع الصلاة عند أول تكبيرة

"Imam Al-qolyubi berkata dalam kitab hawasyi al-mahalli: dicukupkan khotib dengan menyengaja seperti tadi di seluruh sholat ketika awal takbir."

Fathul Qorib Al-mujib:

 (وإذا نابه) أي أصابه (شيء في الصلاة سبَّح)؛ فيقول سُبْحَانَ الله» بقصد الذكر فقط، أو مع الإعلام أو أطلق لم تبطل صلاته، أو الإعلام فقط بطلت

Dan ketika terjadi sesuatu pada sholatnya, maka Laki-laki membaca tasbih "Subhanalloh" dengan niat dzikir saja, atau niat dzikir sekaligus mengingatkan atau memutlakan, maka sholatnya tidak batal. Jika hanya i'lam/mengingatkan saja, maka sholatnya batal.

[محمد بن قاسم الغزي ,فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار ,page 84]

10. Apakah bertasbih dengan niat hanya ingin mengingatkan imam atau imam melakukan takbir dengan niat mengomandoi jamaah, bisa membatalkan sholat?

Jawaban: 

Membaca tasbih dengan hanya niat mengingatkan imam, maka batal sholatnya, jika niatnya dzikir atau dzikir sekaligus mengingatkan, maka sah. Begitu juga dengan takbir intiqol, jika imam sengaja mengeraskan bacaan dengan tujuan hanya ingin mengomandoi jamaahnya, maka batal, tapi jika dibarengi niat dzikir, maka sah. Dan niat dzikir tersebut dicukupkan hanya di awal sholat saja.

Referensi:

(I'anah Attholibin:Maktabah Syamilah.)

وتأتي أيضا هذه الأربعة في الجهر بتكبير الانتقال.
فإن قصد الذكر وحده أو مع الإعلام صحت الصلاة، وإن قصد الإعلام فقط أو أطلق بطلت.

"Empat gambaran ini (niat mengingatkan, dzikir atau qiro'ah, tujuan keduanya sekaligus, dan memultakkan) juga berlaku dalam jahr (mengeraskan) bacaan takbir intiqol. Apabila menyengaja dzikir saja atau dzikir sekaligus mengingatkan, maka sah sholatnya, dan jika menyengaja i'lam (mengingatkan) saja atau memutlakkan, maka batal sholatnya."

قال القليوبي في حواشي المحلي: اكتفى الخطيب بقصد ذلك في جميع الصلاة عند أول تكبيرة

"Imam Al-qolyubi berkata dalam kitab hawasyi al-mahalli: dicukupkan khotib dengan menyengaja seperti tadi di seluruh sholat ketika awal takbir."

Fathul Qorib Al-mujib:

 (وإذا نابه) أي أصابه (شيء في الصلاة سبَّح)؛ فيقول سُبْحَانَ الله» بقصد الذكر فقط، أو مع الإعلام أو أطلق لم تبطل صلاته، أو الإعلام فقط بطلت

Dan ketika terjadi sesuatu pada sholatnya, maka Laki-laki membaca tasbih "Subhanalloh" dengan niat dzikir saja, atau niat dzikir sekaligus mengingatkan atau memutlakan, maka sholatnya tidak batal. Jika hanya i'lam/mengingatkan saja, maka sholatnya batal.

[محمد بن قاسم الغزي ,فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار ,page 84]

Wallohu A'lamu Bishhowaab.

11. Apakah berjabat tangan seusai sholat itu disyari'atkan, sebagaimana yang ditradisikan oleh orang-orang seperti saat ini?

ج- إن المصافحة بعد الصلاة لا أصل لها لكن لا بأس بها لأن أصل المصافحة سنة وأفتى حمزة الناشري وغيره باستحبابها كما في المجموع شرح المهذب الجزء الرابع صحفة ٦٣٣-٦٣٤:

Jawab- Berjabat tangan seusai sholat tidak ada asal syari'atnya, akan tetapi tidak apa-apa jika dilakukan, sebab hukum asal dari berjabat tangan adalah sunnah. Imam Hamzah An-nasyiri dan ulama lainnya menfatwakan kesunnahan berjabat tangan seusai sholat, sebagaimana keterangan dalam kitab Al-majmu' Syarah Muhaddzzab Juz 4, halaman 633-634:

وَتُسَنُّ الْمُصَافَحَةُ عِنْدَ كُلِّ لِقَاءٍ وَأَمَّا مَا أَعْتَادَهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرْعِ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهِ فَإِنَّ أَصْلَ الْمُصَافَحَةِ سُنَّةٌ وَكَوْنُهُمْ خَصُّوهَا بِبَعْضِ الْأَحْوَالِ وَفَرَّطُوا فِي أَكْثَرِهَا لَا يُخْرِجُ ذَلِكَ الْبَعْضَ عَنْ كَوْنِهِ مَشْرُوعَةً فِيهِ

"Disunnahkan ber-mushofahah (jabat tangan) dalam setiap pertemuan. Adapun kebiasaan orang-orang yang berjabat tangan setelah dua sholat ( subuh dan ashar) tidak ada asal syari'at dalam hal ini. Akan tetapi, tidak apa-apa melakukannya, sabab hukum asal berjabat tangan adalah sunnah. Sedangkan orang-orang mengkhususkannya dalam beberapa hal dan melebih-lebihkan membanyakkan berjabat tangan, tidaklah mengeluarkan satu bagian pun dari adanya berjabat tangan tersebut dari syari'at."

وفي روضة الطالبين للنووي الجزء العاشر صحفة ٢٣٧:

Dan dalam kitab Roudloh At-tholibin Juz 10 halaman 237:

وَأَمَّا مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ مِنَ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ، فَلَا أَصْلَ لِتَخْصِيصِهِ، لَكِنْ لَا بَأْسَ بِهِ، فَإِنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الْمُصَافَحَةِ، وَقَدْ حَثَّ الشَّرْعُ عَلَى الْمُصَافَحَةِ، وَجَعَلَهُ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ، ويستحب  مَعَ الْمُصَافَحَةِ الْبَشَاشَةُ بِالْوَجْهِ وَالدُّعَاءِ بِالْمَغْفِرَةِ وَغَيْرِهَا.

Ada pun kebiasaan orang-orang berjabat tangan seusai dua sholat (subuh dan ashar), sebenarnya tidak ada asal syari'at dalam mengkhususkannya, namun, melakukannya tidaklah mengapa. Sebab hal tersebut termasuk kategori berjabat tangan juga. Dan syari'at menganjurkan untuk mushofahah. Syaikh Imam Abu Muhammad bin Abdis Salam menggolongkan hal itu sebagai bid'ah mubahah (boleh) dan disunnahkan dengan wajah yang ceria dan doa minta ampunan dan selainnya ketika berjabat tangan

وفي الفتوحات الربانية الجزء الخامس صحفة ٢٩٧:

Dan dalam kitab Al-futuhat Ar-robbaniyah juz 5 halaman 297:

وأفتى حمزة الناشري وغيره باستحبابها عقب الصلوات مطلقاً أي وإن صافحه قبلها لأن الصلاة غائبة حكمية فتلحق بالغيبة الحسية. انتهى

Imam Hamzah Annasyaburi dan yang lainnya berfatwa akan kesunnahkan mushofahah mengiringi sholat secara mutlak. Yakni meski dilakukan sebelumnya, sebab sholat adalah ghoibah hukmiyah, maka disamakan dengan ghoibah hissiyah. Selesai.
زيادة من الفقير: كما في مسند أحمد بن حنبل، مكتبة الشاملة؛ 
Tambahan dari Al-faqir: sebagaimana hadits dalam Musnad Bin Hanbal, Maktabah Syamilah:

17478 - حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، وَأَبُو النَّضْرِ، قَالَا: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ أَبُو النَّضْرِ: عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، وَقَالَ أَسْوَدُ: أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ السُّوَائِيَّ -[24]-، عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ. قَالَ: ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِي، فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبَ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ

Hadits No. 17478: Abu Aswad dan Amir menceritakan kepada kami, mereka berkata, Sya'bah telah menceritakan kepada kami, Abu Annadlr berkata, dari Ibnu Atho', Aswad berkata, telah mengkhabarkan kepadaku, Ya'la bin Atho' berkata, aku mendengar Jabir bin Yazid al-Aswadi as-Suwa'i dari ayahnya: bahwa ia shalat subuh bersama Rasulallah shollallaaHu 'alaiHi wa sallama (kemudian ia menceritakan hadits), lalu setelah shalat para jamaah berebut untuk menyalami tangan Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. Maka aku dapati tangan beliau lebih dingin daripada salju dan lebih wangi daripada wangi minyak misik.

12. Setelah selesai sholat dan dzikir, Zaid melihat ada najis pada pakaiannya dan dia ragu apakah najis tersebut sudah ada sebelum dia sholat atau jatuh setelah dia selesai sholat. Maka, apa yang harus dilakukan Zaid?

Jawaban: 

Sholat dengan membawa najis, maka tidaklah sah. Namun dalam kasus di atas, Zaid boleh memilih bahwa najis tersebut ada pada dirinya sejak dia sholat atau beranggapan najis itu mengenainya setelah sholat, tapi dia disunahkan mengulangi sholatnya.

Referensi:

(Fiqhul Ibadat Syafi'i: Maktabah Syamilah)

ولو سلم من صلاته ثم رأى عليه نجاسة يجوز أنها كانت في الصلاة ويجوز أنها حدثت بعدها فصلاته صحيحة، وتستحب إعادتها.

"Dan apabila Musholli telah salam (selesai) dari sholatnya, kemudian melihat najis pada dirinya, yang kemungkinan najis tersebut sudah ada saat dia sholat dan kemungkinan najis tersebut juga ada setelah sholat selesai, maka sholatnya sah. Namun, disunnahkan mengulangi sholatnya."

13. Jika setelah selesai wudlu, ternyata di salah satu anggota wudlu terdapat cat atau semacamnya yang notabene mencegah sampainya air pada kulit. Apakah cukup dibasuh pada bagian itunya saja sebagaimana dalam mandi atau wajib diulangi?

Jawaban: 

Wajib mengulangi dari anggota yang terdapat cat tersebut.

(Nihayatuzzain, halaman 20.)

فلو رأى بعد تمام وضوئه على يديه مثلا حائلا كقشرة سمك وعلم ان ذلك كان حاصلا وقت الوضوء وجب عليه ازالته وغسل ما تحته واعادة تطهير الأعضاء التى بعده لأجل مراعاة الترتيب فى الوضوء

Apabila seseorang setelah selesai wudlu, melihat hail (penghalang datangnya air ke kulit) di kedua tangannya, umpamanya. Seperti kulit ikan, dan diketahui bahwa itu sudah ada waktu ketika berwudlu, maka wajib baginya untuk menghilangkan hail tersebut dan membasuh bagian kulit yang tertutup tadi, lalu mengulangi menyucikan anggota setelahnya demi menjaga tartib wudlu yang merupakan salah satu fardlu wudlu.

(نهاية الزين ص ٢٠)

Sumber: Nur Fuad As-Syaiban

You May Also Like

0 comments