Ujian Sebelum Skripsi

by - Mei 10, 2023


Tepat hari ini aku berbaring dirumah memasuki dua minggu. Kecelakaan yang menyebabkan kaki ku patah membuat ku hanya memandang langit-langit rumah. Kejadian yang terjadi di hari ke lima lebaran masih tergiang di dalam kepala ku. Pada hari ke lima lebaran yaitu hari rabu aku beserta saudara ku mau silaturahmi ke panga. Panga itu nama desa yang berada di aceh jaya. Jam 08.30 pagi kami mulai bergerak dari rumah. Kami pergi tiga honda, aku dengan adek sepupu, kak waida bersama suamii dan anak nya juga ikut, dan satu honda lagi mamak kak waida dan ayah nya. Kami menjalankan kereta hanya dikit-dikit tanpa ngebut. Sekitar 40 speedometer mengingat ayah kak waida tidak mau ngebut.

Kak waida bersama suami mereka jalan di depan sebagai penunjuk jalan bagi aku karna diriku tidak tau rumah yang akan kami tuju. Honda ku mengikuti mereka di belakang. Selang beberapa menit, mereka kejauhan dari kami. Kami pun tetap jalan lurus searah jalanan. Tiba-tiba brukkkkkkkkk. Suara honda jatuh masuk ke pekarangan rumah orang. Dua orang yang naik honda itu pun ikut jatuh. Tidak bisa bangun karna tertimpa di bawah honda. Ya dua orang yang alami kecelakaan itu adalah aku dan adek sepupu ku. Ketika berada di pribu tiba-tiba seekor kucing warna putih melintas di jalanan. Aku yang bawa honda pun terkejut. Lalu aku mengeser supaya kucing itu tak tertabrak. Eh si kucing itu malah balik arah ke tempat awal. Jadi nya honda kami kena kucing dan kami pun terjatuh di dasar rumah orang. Dengan ketinggian jalanan membuat aku dan adek ku takk dapat bangun. Kami hanya pasrah menunggu di tolong.

Ya Allah aku mengucap dalam hati kenapa tak ada yang tolongin kami. Apakaah ini akhir dari hidupku?. Aku sedikit pun tak dapat mengeluarkan suara. Badan ku terasa begitu berat menanggung adek ku dan honda. Posisi kami terjatuh seperti sedang sujud dalam sholat. Orang-orang disitu tak berani bantuiin duluan karena takut di salahkan. Selang beberapa menit kemudian barulah nampak mamak kak waida. Betapa terkejut nya mereka karna melihat kami terjatuh tertimpa honda. Tadi mamak kak waida ketinggalan jauh sedikit di belakang karna ngiisi minyak honda. Kami manggil mamak kak waida dengan sebutan mamik.

Mamik langsung ngomong pada orang-orang disitu “tolongin mereka ini anak saya”. Barulah terasa badan ku diangkat. Di duduk kan aku di atas jalan sama abg yang pakai baju hijau. Muka nya jangan ditanya sebab aku cuma nampak bayang-bayang doang. Mata kanan ku sebelah udah sipit disebab kan luka di bawah mata yang keembung. Saat di dudukkan aku di jalan, aku meringis kesakitan. Terdengar sama abang itu, diangkat lah kembali aku entah mau dibawa kemana. Kenapa aku tidak jalan sendiri?. Sama seperti mata, kaki ku yang sebelah kanan di bagian paha udah besar. Ketika jatuh kaki ku terlipat dan pasti ada kena sesuatu. Makanya di gendong lah sama abang itu. Di dalam hati aku berucap ya Allah aku udah pegang yang bukan mahram lagi. Lalu aku ngomong lagi di hati “Allah tau kok ini kecelakaan”. Dan abang itu membawa masuk aku ke dalam sebuah rumah. Di baringkan terus aku di ruang khusus. Di belakang ku rupanya juga ada adek sepupu dan lainnya. Ternyata sekarang kami berada di rumah tukang urut.

Bagaimana kondisi adek sepupu ku?. Dari tadi aku tidak melihat tubuhnya. Tiba di rumah tukang urut baru aku bisa liat dia langsung. Adek sepupu ku mengalami goresan di dagu. Sehingga keluar begitu banyak darah. Jilbab yang dia pakai digunakan untuk menahan luka nya. Saking banyak nya darah yang keluar jilbab nya dari bewarna ungu berubah jadi warna merah. Selain itu, dia juga merasa sakit di area bahu.

Di urut lah bahu dia yang pertama oleh seorang bapak. Sedangkan aku masih terbaring menunggu sebagai pasien urut kedua. Selesai di urut sepupu ku, di lihat lah aku.

“itu kaki nya patah” kata bapak yang urut

“astaghfirullah” ucap orang disitu

Dibuat lah satu curu yang di gunakan untuk membalut kaki yang patah. Curu itu bahasa Aceh. Sebuah alat yang biasa di pakai sama orang mengalami cedera patah. Curu bahan dasar nya itu bambu. Di kedua pinggir nya di ikat pakai tali, dan di tengah juga di ikat dengan tali. Selesai dibuat curu barulah mulai di urut kaki ku.

“auuuuuu” aku teriak kesakitan. Aku menangis karna tidak tahan begitu sakit.

“mengucap ning” kata mamik yang duduk di samping ku

Tangan ku begitu kuat meremas tangan mamik. Mamik sampai-sampai begitu bekeringat melihat kondisi ku.

“teriak terus ga usah tahan kalau sakit” ucap kak waida

Aku tidak tau bagaimana ekpresi mereka yang jadi penonton disana. Diriku sibuk sendiri menahan rasa sakit. Tanpa henti-henti mulutku terus bergerak mengucapkan doa nabi Ayyub ketika beliau mengalami penyakit kulit. Apapun yang teringat di kepala ku itulah keluar di mulut. Kaki ku yang mula nya besar alhamdulillah udah kembali sama seperti pasangan sebelah kiri. Di diamkan beberapa menit kaki ku setelah di tarok obat kebas. Nanti dilanjut urut kembali.

“dek jangan tidur ya” pesan kak waida yang udah panik. Beliau takot banget jika tiba-tiba aku pingsan. Aku hanya mengangguk doang.

Setelah dirasa cukup di urut kembali aku dan baru di pasang curu tersebut.

“dimana nya itu patah?” Tanya mamik

“tulang yang disini” bapak urut menunjuk tulang yang diatas lutut. Di paha ku sebelah kanan

“tulang ini paatah lepas” lanjut beliau

“Assalamualaikum” seketika itu datanglah mamak ku dan orang tua adek sepupu ku

“waalaikumussalam” jawab para anggota rumah

Mamak ku menghampiri ku langsung. Dan air mataku mulai berjatuhan ketika melihat sosok mamak. Adek sepupu ku juga udah di hampiri sama orangtua nya. Para orang tua berbincang-bincang bagaimana selanjutnya dengan aku. Mengingat jarak rumah kami dan bapak urut jauuh. Ada beberapa opsi pilihan.

1.kalau ada yang bisa urut terdekat, bawa kesana aja

2. Kalau bawa kesini sayang dia pas diangkat bisa geser lagi tulang nya.

Keluarga ku bersuara, kami serahkan sama bapak terus ga mau banyak tangan yang lain. Bapak saja yang kesana. Pertama bapak urut sanggah sayang orang lain yang mau berobat kesini kalau saya ga ada dirumah. Setelah di bujuk akhirnya beliau iyakan. Kini saatnya kami pulang ke rumah. Mobil sudah siap menunggu namun penumpang belum masuk. Dicoba lah diangkat aku menuju mobil. Tiga orang cowok udah bersiap mengangkat aku.

“auuuahhh ga mau sakit” dibaringkan kembali tubuhku. Tidak jadi di angkat. Karena aku teriak kesakitan. Semua pada berdiri di depan ku. Memikirkan ide bagaimana agar aku bisa dibawa masuk ke dalam mobil.

“kita angkat pakai tikar saja” bapak urut kasih saran

“oh boleh” jawab beberapa orang

Disini aku harus bergeser terlebih dahulu ke dalam tikar. Dengan kaki ku sebelah kanan tidak boleh bergerak. Jadinya proses geser tubuhku memakan waktu sekitar 20 menit. Setelah tubuhku berada di atas tikar tadi. Diangkat lah tikar tersebut.

“sakit sakit” ternyata aku teriak kesakitan juga. Diletakkan kembali tikar yang diangkat tadi.

“gimana juga cara kita bawa pulang ni” tanya salah satu dari mereka

“ditarik saja” mulutkuu memberi ide

“iya betul tu” mereka pun mulai mencoba menarik tikar yang aku berada di atasnya. Alhamdulillah tidak terlalu sakit seperti diangkat langsung kayak tadi. Sampai lah dekat mobil. Dan disini mau tidak mau harus diangkat. Sebab tidak bisa ditarik ke dalam mobil.

“auuuuuhhh sakitttt” betapa terkejutnya aku diangkat tanpa dikasih tau aba-aba.

“itu nanti harus diurut lagi karna udah geser tulang nya” kata bapak urut yang mau siap-siap nyusul di belakang kami.

“mak bilang bawa mobil nya pelan-pelan aja, ga tahan sakit” aku menyuruh mamak ku kasih tau saudara ku yang bawa mobil.

“iya” jawab mamak ku dan mamik.

Sesuai yang ku harapkan mobil pun melaju pelan-pelan. Entah berapa menit pokoknya udah sampai ke rumah ku. Jam menunjukkan pukul 14.00 kami tiba di rumah. Dan ternyata di rumahku udah rame orang menunggu kami pulang. Tetangga dekat rata-rata semua hadir. Di turunkan lah aku dari mobil dengan cara mengangkat aku kembali. Sempat ku meringis kesakitan tapi di suruh tahan sebentar. Sampai aku di taruk di kasur yang telah disediakan di ruang tamu oleh keluarga ku. Satu persatu saudara ku mulai datang menjengukku. Bapak yang urut pun juga telah tiba. Di urut lah kembali kaki ku karna tergerak ketika posisi pulang. Saudara ku yang berdatangan langsung tanya bagaimana kejadiannya. Dan di ceritakanlah oleh mamik dengan kak waida seperti yang aku kisahkan tadi di atas.

Dan cerita ini ku tulis sambil berbaring di atas kasur.

 

You May Also Like

0 comments