Ujian Sebelum Skripsi
Tepat hari ini aku berbaring dirumah memasuki dua minggu. Kecelakaan yang menyebabkan kaki ku patah membuat ku hanya memandang langit-langit rumah. Kejadian yang terjadi di hari ke lima lebaran masih tergiang di dalam kepala ku. Pada hari ke lima lebaran yaitu hari rabu aku beserta saudara ku mau silaturahmi ke panga. Panga itu nama desa yang berada di aceh jaya. Jam 08.30 pagi kami mulai bergerak dari rumah. Kami pergi tiga honda, aku dengan adek sepupu, kak waida bersama suamii dan anak nya juga ikut, dan satu honda lagi mamak kak waida dan ayah nya. Kami menjalankan kereta hanya dikit-dikit tanpa ngebut. Sekitar 40 speedometer mengingat ayah kak waida tidak mau ngebut.
Kak waida bersama suami mereka jalan di
depan sebagai penunjuk jalan bagi aku karna diriku tidak tau rumah yang akan
kami tuju. Honda ku mengikuti mereka di belakang. Selang beberapa menit, mereka
kejauhan dari kami. Kami pun tetap jalan lurus searah jalanan. Tiba-tiba
brukkkkkkkkk. Suara honda jatuh masuk ke pekarangan rumah orang. Dua orang yang
naik honda itu pun ikut jatuh. Tidak bisa bangun karna tertimpa di bawah honda.
Ya dua orang yang alami kecelakaan itu adalah aku dan adek sepupu ku. Ketika berada
di pribu tiba-tiba seekor kucing warna putih melintas di jalanan. Aku yang bawa
honda pun terkejut. Lalu aku mengeser supaya kucing itu tak tertabrak. Eh si
kucing itu malah balik arah ke tempat awal. Jadi nya honda kami kena kucing dan
kami pun terjatuh di dasar rumah orang. Dengan ketinggian jalanan membuat aku
dan adek ku takk dapat bangun. Kami hanya pasrah menunggu di tolong.
Ya Allah aku mengucap dalam hati kenapa tak
ada yang tolongin kami. Apakaah ini akhir dari hidupku?. Aku sedikit pun tak
dapat mengeluarkan suara. Badan ku terasa begitu berat menanggung adek ku dan
honda. Posisi kami terjatuh seperti sedang sujud dalam sholat. Orang-orang
disitu tak berani bantuiin duluan karena takut di salahkan. Selang beberapa
menit kemudian barulah nampak mamak kak waida. Betapa terkejut nya mereka karna
melihat kami terjatuh tertimpa honda. Tadi mamak kak waida ketinggalan jauh
sedikit di belakang karna ngiisi minyak honda. Kami manggil mamak kak waida
dengan sebutan mamik.
Mamik langsung ngomong pada orang-orang
disitu “tolongin mereka ini anak saya”. Barulah terasa badan ku diangkat. Di
duduk kan aku di atas jalan sama abg yang pakai baju hijau. Muka nya jangan
ditanya sebab aku cuma nampak bayang-bayang doang. Mata kanan ku sebelah udah
sipit disebab kan luka di bawah mata yang keembung. Saat di dudukkan aku di
jalan, aku meringis kesakitan. Terdengar sama abang itu, diangkat lah kembali
aku entah mau dibawa kemana. Kenapa aku tidak jalan sendiri?. Sama seperti
mata, kaki ku yang sebelah kanan di bagian paha udah besar. Ketika jatuh kaki
ku terlipat dan pasti ada kena sesuatu. Makanya di gendong lah sama abang itu.
Di dalam hati aku berucap ya Allah aku udah pegang yang bukan mahram lagi. Lalu
aku ngomong lagi di hati “Allah tau kok ini kecelakaan”. Dan abang itu membawa
masuk aku ke dalam sebuah rumah. Di baringkan terus aku di ruang khusus. Di
belakang ku rupanya juga ada adek sepupu dan lainnya. Ternyata sekarang kami
berada di rumah tukang urut.
Bagaimana kondisi adek sepupu ku?. Dari tadi
aku tidak melihat tubuhnya. Tiba di rumah tukang urut baru aku bisa liat dia
langsung. Adek sepupu ku mengalami goresan di dagu. Sehingga keluar begitu
banyak darah. Jilbab yang dia pakai digunakan untuk menahan luka nya. Saking banyak
nya darah yang keluar jilbab nya dari bewarna ungu berubah jadi warna merah.
Selain itu, dia juga merasa sakit di area bahu.
Di urut lah bahu dia yang pertama oleh
seorang bapak. Sedangkan aku masih terbaring menunggu sebagai pasien urut
kedua. Selesai di urut sepupu ku, di lihat lah aku.
“itu kaki nya patah” kata bapak yang urut
“astaghfirullah” ucap orang disitu
Dibuat lah satu curu yang di gunakan untuk
membalut kaki yang patah. Curu itu bahasa Aceh. Sebuah alat yang biasa di pakai
sama orang mengalami cedera patah. Curu bahan dasar nya itu bambu. Di kedua
pinggir nya di ikat pakai tali, dan di tengah juga di ikat dengan tali. Selesai
dibuat curu barulah mulai di urut kaki ku.
“auuuuuu” aku teriak kesakitan. Aku
menangis karna tidak tahan begitu sakit.
“mengucap ning” kata mamik yang duduk di
samping ku
Tangan ku begitu kuat meremas tangan mamik.
Mamik sampai-sampai begitu bekeringat melihat kondisi ku.
“teriak terus ga usah tahan kalau sakit”
ucap kak waida
Aku tidak tau bagaimana ekpresi mereka yang
jadi penonton disana. Diriku sibuk sendiri menahan rasa sakit. Tanpa
henti-henti mulutku terus bergerak mengucapkan doa nabi Ayyub ketika beliau
mengalami penyakit kulit. Apapun yang teringat di kepala ku itulah keluar di
mulut. Kaki ku yang mula nya besar alhamdulillah udah kembali sama seperti
pasangan sebelah kiri. Di diamkan beberapa menit kaki ku setelah di tarok obat
kebas. Nanti dilanjut urut kembali.
“dek jangan tidur ya” pesan kak waida yang
udah panik. Beliau takot banget jika tiba-tiba aku pingsan. Aku hanya
mengangguk doang.
Setelah dirasa cukup di urut kembali aku
dan baru di pasang curu tersebut.
“dimana nya itu patah?” Tanya mamik
“tulang yang disini” bapak urut menunjuk
tulang yang diatas lutut. Di paha ku sebelah kanan
“tulang ini paatah lepas” lanjut beliau
“Assalamualaikum” seketika itu datanglah
mamak ku dan orang tua adek sepupu ku
“waalaikumussalam” jawab para anggota rumah
Mamak ku menghampiri ku langsung. Dan air
mataku mulai berjatuhan ketika melihat sosok mamak. Adek sepupu ku juga udah di
hampiri sama orangtua nya. Para orang tua berbincang-bincang bagaimana
selanjutnya dengan aku. Mengingat jarak rumah kami dan bapak urut jauuh. Ada
beberapa opsi pilihan.
1.kalau ada yang bisa urut terdekat, bawa
kesana aja
2. Kalau bawa kesini sayang dia pas
diangkat bisa geser lagi tulang nya.
Keluarga ku bersuara, kami serahkan sama
bapak terus ga mau banyak tangan yang lain. Bapak saja yang kesana. Pertama
bapak urut sanggah sayang orang lain yang mau berobat kesini kalau saya ga ada
dirumah. Setelah di bujuk akhirnya beliau iyakan. Kini saatnya kami pulang ke
rumah. Mobil sudah siap menunggu namun penumpang belum masuk. Dicoba lah
diangkat aku menuju mobil. Tiga orang cowok udah bersiap mengangkat aku.
“auuuahhh ga mau sakit” dibaringkan kembali
tubuhku. Tidak jadi di angkat. Karena aku teriak kesakitan. Semua pada berdiri
di depan ku. Memikirkan ide bagaimana agar aku bisa dibawa masuk ke dalam
mobil.
“kita angkat pakai tikar saja” bapak urut
kasih saran
“oh boleh” jawab beberapa orang
Disini aku harus bergeser terlebih dahulu
ke dalam tikar. Dengan kaki ku sebelah kanan tidak boleh bergerak. Jadinya
proses geser tubuhku memakan waktu sekitar 20 menit. Setelah tubuhku berada di
atas tikar tadi. Diangkat lah tikar tersebut.
“sakit sakit” ternyata aku teriak kesakitan
juga. Diletakkan kembali tikar yang diangkat tadi.
“gimana juga cara kita bawa pulang ni”
tanya salah satu dari mereka
“ditarik saja” mulutkuu memberi ide
“iya betul tu” mereka pun mulai mencoba
menarik tikar yang aku berada di atasnya. Alhamdulillah tidak terlalu sakit
seperti diangkat langsung kayak tadi. Sampai lah dekat mobil. Dan disini mau
tidak mau harus diangkat. Sebab tidak bisa ditarik ke dalam mobil.
“auuuuuhhh sakitttt” betapa terkejutnya aku
diangkat tanpa dikasih tau aba-aba.
“itu nanti harus diurut lagi karna udah
geser tulang nya” kata bapak urut yang mau siap-siap nyusul di belakang kami.
“mak bilang bawa mobil nya pelan-pelan aja,
ga tahan sakit” aku menyuruh mamak ku kasih tau saudara ku yang bawa mobil.
“iya” jawab mamak ku dan mamik.
Sesuai yang ku harapkan mobil pun melaju
pelan-pelan. Entah berapa menit pokoknya udah sampai ke rumah ku. Jam menunjukkan
pukul 14.00 kami tiba di rumah. Dan ternyata di rumahku udah rame orang menunggu
kami pulang. Tetangga dekat rata-rata semua hadir. Di turunkan lah aku dari
mobil dengan cara mengangkat aku kembali. Sempat ku meringis kesakitan tapi di
suruh tahan sebentar. Sampai aku di taruk di kasur yang telah disediakan di
ruang tamu oleh keluarga ku. Satu persatu saudara ku mulai datang menjengukku.
Bapak yang urut pun juga telah tiba. Di urut lah kembali kaki ku karna tergerak
ketika posisi pulang. Saudara ku yang berdatangan langsung tanya bagaimana
kejadiannya. Dan di ceritakanlah oleh mamik dengan kak waida seperti yang aku
kisahkan tadi di atas.
Dan cerita ini ku tulis sambil berbaring di
atas kasur.
0 comments