Dibalik senyuman putri AYAH eps 02
3 tahun kemudian
Murid kelas 3 MAN 2 terpadu sibuk menyiapkan berkas pendaftaran untuk lanjut ke jenjang kuliah. Tak satupun dari kelas 3 IPA 2 berhenti dari pendidikan. Semua memilih ke tempat tujuan yang diminati. Ada yang milih di Meulaboh, Banda Aceh, dan anak cowok lebih milih masuk pesantren.
Beberapa siswa nilai nya bisa ikut SNMPTN. Dan diantara nama yang disebutkan oleh pak kepala, terdapat nama Aku. Sungguh Aku tidak menyangka untuk berkesempatan mencoba ikut jalur tersebut. Di sekolah data-data yang Aku perlu semua udah di selesaikan. Hanya tinggal mengirim data online ke situs SNMPTN.
Tiba di rumah Aku makan buru-buru karna data belum terkirim. Kondisi di kampung Aku jaringan nya tidak stabil. Yah suka-suka jaringan kadang naik kadang turun. Oran tua ku ikut was-was melihat Aku yang begitu kelang-kabut mencari jaringan.
"gimana udah siap daftar dek" ayah muncul dari arah ruang tamu. Beliau sedang memperhatikan ku yang sibuk mondar-mandir mencari jaringan. Hari ini harus terkejar, karna hari ini batas akhir pengiriman berkas online.
"belum yah engga ada jaringan" ku jawab sambil melewati ayah.
Setelah keluar dari rumah. Ini Aku berada di luar rumah mencari jaringan.
"yey disini lumayan bagus" Aku posisi kan tubuh ku dengan bagus supaya tidak jatuh ke bawah. Disinilah Aku sekarang. Di sebuah pohon delima yang ada di depan rumah Aku. Aku manjat dengan perlahan-lahan karena takut terpeleset. Enak santai-santai disini melihat jalanan yang dilalui banyak motor. Sayap-sayap hijau delima berterbangan mengikuti hembusan angan. Menjadikan Aku tidak terlihat bagi penjalan di jalanan.
Aku menghirup oksigen lalu menghebuskan karbon dioksida. Setiap detik, menit, entah yang ke berapa tidak dapat Aku hitung. Maka nikmat tuhan mu yang manakah yang dapat kamu dustakan.
Nikmat kecil yang sering di lupakan berdampak luar biasa ketika kita syukuri. Seperti bernafas yang kita lakukan setiap hari. Jika disuruh hitung berapa banyak oksigen yang telah kita hirup. Satu kata yang akan keluar NYERAH. Tidak akan dapat kita hitung sebab terlalu banyak. Iya begitu lah nikmat tuhan sungguh luar biasa.
"hey ngapain kamu disitu" satu ibu-ibu melewati pagar rumah ku. Aku menatap ke aarah sumber suara. Ibu itu tetangga rumah ku di sebelah kanan.
"lagi cari jaringan bu" jujur Aku jawab toh buktinya ditangan ku ada benda pipih bewarna hitam.
"hati-hati loh neng nanti bisa jatoh" peringat dia sambil melangkahkan kaki menuju ke rumah nya. Aku senyum sambil cengingisan.
Sambil menunggu pengiriman data yang masih macet di tengah jaringan. Mata ku iseng membuka obrolan grup whattsap.
Kenangan berjamaah
Dewi
Gaes lancar punya kalian?
Aku masih nyangkut di pohon
Dewi
Loh kok gitu na?
Nurul
ku siap yeyeye
Jaringan sungguh tidak bersahabat
Mereka pada selesai satu per satu. Ku lirik hp di link yang sama seperti sebelumnya. Selesai. Tak percaya dengan kata itu. Aku mengucek mata dengan tangan kanan yang menganggur. Ingin memastikan sekali lagi apa ga salah yang ku baca.
Ahhhhhhhhhhh. Berteriak di dalam hati. Ternyata jaringan nya sungguh baik. Terima kasih jaringan.
Ujian Nasional telah selesai. Hari kelulusan pun tiba hari ini. Anak-anak semua pada heboh untuk persiapan hari ini. Berbeda di kelas kami aura suasana nya begitu tenang. Maklum dikelas kami sedikit yang tergolong anggota Osis. Aku kurang tau situasi seperti apa sekarang di sekolah. Yang pasti mereka berpakaian sekompak.
Baru ini pertama kalinya Aku tidak hadir di hari kelulusan ku sendiri. Pertama terselip rasa takut sih karena tidak hadir. Takut jika berhadapan dengan guru pasti akan di suguhkan dengan pertanyaan. Banyak rayuan yang mengoda ku untuk tak usah ikut hadir disekolah.
"Ah ngapain hadir habis uang aja. Kumpul untuk acara, beli baju couple sekelas. Kere mah dompet ni" ucap teman ku tepat sebelum hari kelulusan.
Samar-samar Aku mendengar ucapan teman lain menyetujui. Seketika Aku membuka wa terlihat 70% kelas kami yang hadir. Jujur Aku pengen sekali ikut hadir di acara itu. Ego ku lebih tinggi untuk memilih tidak hadir saja.
Dibalik itu Aku lebih ikut alasan sendiri. Setiap hari kelulusan tak lupa undangan untuk para orang tua murid. Ayah ku memang duluan bilang seperti nya lulusan ini beliau engga akan datang. Ya sudah aku juga ikutan gak mau kesana.
Beberapa hari ini ku perhatikan Ayah kayak kurang sehat. Melihat kondisi beliau gak tega untuk ku paksain kesana. Berbeda dengan mama ku yang ngebet nyuruh aku ke sekolah.
"ma rata-rata kelas kami mereka sepakat ga hadir" ku jelaskan agar mulut mama berhenti berkomat-komit. "Ayah gak datang jadi Aku juga gak mau datang" lanjut ku.
Akhirnya mamaku memberi lampu ijo. Kesempatan ini langsung ku pergi ke kamar.
"aneh deh udah capek-capek belajar eh di hari yang dinantikan malah gak rayain" batin ku.
Terselah mereka lah.
Urusan menyangkut di sekolah kelar. Akan tiba rasa kangen dengan sahabat yang selama ini sllu ada di sekitar kita. Pernah dengar tidak bahwa masa yang indah itu masa SMA. Menciptakan kenangan bersama seiring berjalan waktu. Tidak bisa kita pungkiri banyak cerita tersimpan di sekolah ini.
Kita beranggapan padahal baru aja kemarin kita masuk. Tau-tau nya sekarang udah lulus. Karna kita menjalani hari-hari disekolah dengan menikmati. Itulah sebab nya menurut kita waktu berjalan terlalu cepat.
Senin, selasa, rabu, kamis, jum'at, sabtu, minggu. Semua orang mulai aktivitas masing-masing di rumah. Kok mirip kayak lagu jungkook. Nyanyi deh.
Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, Saturday, Sunday, (a week)
Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday seven days a week
Every hour, every minute, every second
You know, night after night
I'II be fuckin' you right, seven days a week
(Jungkook- seven)
Hari minggu jangan cari Aku di rumah. Lebih banyak berkeliaran di tempat penuh dengan pohon warna hijau. Disini hanya ada Aku bersama mama dan nenek ku. Rumah-rumah warga satu pun tidak terlihat jelas ditutupi oleh perpohonan yang menjulang tinggi.
Suara halus semakin terdengar tanpa berhenti satu detik pun. Ingin menyumpal kedua telinga dengan headset tapi benda tersebut malah tidur manis di rumah. Tangan kiri dan kanan juga berlayang di semua anggota tubuh.
"kenapa sih banyak kali nyamuk" kesal Nina sambil menepuk nyamuk yang hinggap di badan nya.
"asap api melenceng ke arah lain tuh" ucap mama melihat ke arah sabut kelapa yang dinyalakan tadi.
Nyamuk itu memang gak takut mati nih. Entah yang ke berapa kali kena serangan dari Nina. Nina lebih banyak memukul nyamuk ketimbang mencabut hasil bibit padi yang telah tumbuh tinggi. Nyatanya dari tadi punya dia baru satu ikat. Melihat ke sebelah mama dan nenek nya whoooooaaaa lebih dari tiga ikat.
Datang pagi-pagi sebelum matahari keluar memang akan disambut sama rombongan nyamuk beserta spesies tak kasat mata. Salah satu bukti nya krik krik krik suara jangkrik begitu terdengar di telinga.
Jika urusan tangan Nina mengalah. Dia terlalu santai capek kalau terburu-buru. Slalu begitu yang terbesit di dalam kepala nya. Mama nya memang cepat dalam mencabut biji padi. Beliau menggunakan kekuatan 2 tangan sekaligus. Padahal Nina juga pakai 2 tangan tapi tetap saja dia kalah cepat. Peluang untuk dia menang tentu ada jika bertaruh dengan nenek nya.
Hari-hari berikutnya juga tidak jauh berbeda sama Minggu. Nina menghabiskan waktunya berada di kebun sendiri atau orang lain. Beda nya dikebun sendiri gratis sedangkan di kebun orang di beri upah. Satu ikat biji padi di bayar 2 ribu. Seminggu biasa nya dia dapat upah 20 ribu. Ya menurut seberapa banyak yang di cabut.
Ayah sama mamaku ke sawah menanam padi. Aku lebih baik di kebun daripada di suruh masuk ke sawah. Hancur sudah sawah jika Aku yang nanam padi. Pernah dulu tes nanam padi bentuk nya malah kayak zigzag. Waktu kita lihat petani kok mudah banget ya nanam nya. Cuma mundur-mundur doang ke belakang. Ya Allah pas kaki masuk ke dalam sawah ga semudah itu rupanya. Padi di tancap ke tanah aja berlenggak-lenggok ga bisa diam. Air di dalam sawah sampai selutut. Dan air nya pun sungguh bewarna.
Di pikiran ku saat disuruh turun ke dalam sawah udah kebayang kemana-mana. Takut ada lintah, pacat, atau binatang yang hisap darah lainnya. Orangtua ku selalu bilang engga ada itu yang kamu fikirkan. Paling cuma ada abo (bahasa aceh), sejenis hama yang suka nempel di batang.
"adek keluar aja sana padi nya malah bengkok" tegas mama ku begitu melihat hasil karya ku.
"ini belum habis ma" Nina mengangkat tangan sebelah kiri yang memegang tanaman padi yang belum di tanam.
"udah duduk aja sana di jamboe" tanpa berkata lagi Aku bergegas naik. Kalau Ayah juga ikut nyuruh apalah Aku ini tidak ada yang berpihak sama Aku. Ku serahkan tanaman padi yang di tangan kiri pada Ayah. Tak lupa sambil angguk-angguk kepala isyarat setuju untuk keluar.
Kaki ku melangkah menuju ke jamboe. Ku langkah dikit-dikit ketika hampir dekat di jamboe biar kagak kepeleset. Ada satu bidang sawah tepat di depan jamboe di sebelah kiri mengandung unsur cerita. Aku terjatuh kesitu. Entah umur berapa pokok nya Aku masih kecil. Dan sawah itu dalam banget. Ukuran mama ku yang masuk kesitu aja sampek seketek. Apalagi Aku yang masih bocil. Tertutup sama lumpur. Jadi setiap melewati bidang sawah yang satu ini slalu was-was.
Bersambung.......
0 comments